Gambar 1. Sosok Inyiak Canduang

INYIAK CANDUANG — ALIM ULAMA DARI MINANGKABAU

Habib al Rahim
6 min readDec 19, 2022

--

Salah seorang alim ulama legendaris dari Ranah Minangkabau adalah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Sosok yang kerap disebut sebagai Inyiak Canduang itu lahir pada tanggal 10 Desember 1871 di Canduang, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Anak dari pasangan Angku Mudo Muhammad Rasul dan Siti Buliah. Ayahnya seorang ulama muda wilayah Canduang.

Syekh Sulaiman telah mengenyam berbagai bangku halaqah pendidikan, mulai dari dalam negeri hingga melanglang buana ke luar negeri. Sebelum berusia 10 Tahun, ia mendapatkan pendidikan awal dari rumah yang diajarkan oleh Ayahnya Angku Mudo Muhammad Rasul yang merupakan seorang guru agama, ulama di Nagari Canduang.

Memasuki usia sepuluh tahun, Syekh Sulaiman belajar Al-Qur’an, Ilmu Tajwid dan Tahsin al-Qiraat kepada seorang guru, yaitu Syekh Abdurrahman. Tak puas sampai disitu, pendidikannya dilanjutkan dengan belajar membaca dan menulis huruf latin bersama sahabatnya, yaitu Angku Intan Nagari seorang anak dari Tuanku Lareh Canduang.

Belajar agama dan berbagai kajian kitab kuning selama 20 tahun tidak membuat Syekh Sulaiman Ar-Rasuli merasa puas. Baginya belajar itu adalah pendidikan seumur hidup. Harus ditempuh selama ruh masih dikandung badan. Saat tenaga dan pikiran masih bergairan mencari dan menemukan ilmu untuk diamalkan.

Gambar 2. Mekkah Tempo Doloe

Sulaiman muda kemudian menjejakkan kaki untuk menempuh pendidikannya hingga ke luar negeri. Ia menempuh pendidikan ke Mekkah pada tahun 1903. Sulaiman berangkat ke tanah suci dalam rangka menunaikan ibadah haji sekaligus mendalami ilmu pengetahuan keagamaan. Selama berada di Mekkah, Sulaiman belajar kepada beberapa ulama yang termasyhur di masa itu. Diantaranya adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, Syekh Nawawi al-Bantany, Syekh Muchtar al-Tharid, Syekh Sayyid Umar Bajanid, Syekh Sayyid Babasil al-Yamaniy, dan lain sebagainya.

Bidang-bidang ilmu yang digeluti dan didalami Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, yaitu Ilmu Alat (Nahwu, Sharaf, Balaghah, Dst), Ilmu Hadits, Ilmu Tafsir Alquran, Mantiq, Fiqih, Tasawuf, Tauhid, dll.

Sepulangnya dari rantau pada Tahun 1907, Ia langsung menapakkan kakinya di nagari tercinta, Canduang. Saat itu suasana Indonesia masih dalam naungan belenggu penjajahan Belanda. Beliau mendengar berbagai berita tentang kelakukan dan sikap penjajah di bumi Minangkabau khususnya dan Indonesia umumnya. Sekembali dari Mekkah inilah gelar Syekh mulai melekat pada sosok Sulaiman Ar-Rasuli, yang merupakan gelar kehormatan bagi orang yang paham dan ahli dalam ilmu agama.

Syekh Sulaiman Ar-Rasuli sendiri merupakan seorang yang tidak mau diam bila berada dalam tekanan, apalagi penjajahan. Terdapat berbagai jejak perjuangan yang telah dirintisnya sejak masa penjajahan, zaman kemerdekaan bahkan masih ada jejaknya sampai saat ini.

Perjuangan pertama Syekh Sulaiman Ar-Rasuli dalam ranah pendidikan adalah dengan mendirikan sebuah surau yang bernama surau baru dan dipimpin oleh dirinya. Ia mengadakan pengajaran dengan sistem halaqah. Halaqah Surau Baru ini yang merupakan cikal bakal berdirinya Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang.

Pada tahun 1915 Syekh Sulaiman Ar-Rasuli kemudian terpilih dan diangkat secara resmi sebagai Qadhi di nagari Canduang karena keilmuannya yang dikenal mumpuni di bidang keagamaan. Kemudian ia dipilih menjadi Ketua Sarekat Islam (SI) untuk anak cabang Canduang — Baso di tahun 1917.

Setelah itu, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli mendirikan organisasi Ittihadul Ulama Minangkabau pada tahun 1921–1928 dengan Syekh H. Abbas Ladang Laweh dan Syekh Muhammad Jamil Jaho. Organisasi ini sebagai wadah bagi ulama-ulama Sunniyah al-Syafi’iyyah.

Sebuah lompatan besar dilakukan Inyiak Canduang dengan membangun dan mendirikan At-Tarbiyah sebuah lembaga pendidikan yang kemudian dikenal dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang yang diresmikan pada tanggal 5 Mei 1928

Lalu pada tanggal 20 Mei 1930 At-Tarbiyah berubah menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). At-Tarbiyah yang telah menjelma menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) merupakan ide besarnya Syekh Sulaiman Ar-Rasuli agar menghimpun MTI-MTI yang ada agar bergerak lebih cepat dan berusaha untuk semakin maju.

Pada Tahun 1930 Syekh Sulaiman bersama Anwar Sutan Saidi dan beberapa sahabat pedagang memprakarsai berdirinya Bank Nasional di Bukittinggi. Beliau juga memiliki saham pada bank tersebut.

Gambar 3. MTI Canduang

Syekh Sulaiman Ar-Rasuli juga merupakan seorang yang peduli terhadap lingkungan masyarakat sekitar. melihat adanya permasalahan dalam pengairan dan pemanfaatan air bagi warga di sekitar Canduang. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli berinisiatif mengusahakan penyaluran air bersih dengan pipa-pipa air sepanjang 2 Km dari sumber mata air Lurah Tampongkalek. Air yang dialirkan ini dimanfaatkan oleh masyarakat dan santri Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung.

Dalam dunia politik, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pernah melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda dengan menolak Ordonasi Sekolah Liar pada tahun 1932. Kemudian menolak Ordonasi Kawin Bercatat (catatan sipil) melalui kongres Persatuan Tarbiyah Islamiyah pada tahun 1937. Inyiak canduang juga menentang politik bumi hangus kolonial pada tahun 1942.

Pada tahun 1942, saat masa penjajahan Jepang, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli mendirikan Majelis Islam Tinggi Minangkabau (MITM) dan langsung menjadi ketua dikala itu. Dia ikut menghadiri Rapat Besar Ulama Islam Sumatera-Malaya di Singapura dan maju sebagai utusan MITM.

Andil besar Syekh Sulaiman Ar-Rasuli juga tampak dari usahanya memperkokoh kerukunan internal ulama dan umat Islam di Minangkabau. Terutama saat munculnya fraksi kelompok ulama yang disebut Kaum Tua dan Kaum Muda. Inyiak tampil sebagai penengah dan menjadi penghubung untuk keduanya.

Setelah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 22 November 1945 Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) mengembangkan fungsi lainnya menjadi partai politik dengan nama Partai Islam PERTI. Dalam rangka memenuhi Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia Dr. Muhammad Hatta Nomor X/3 November 1945 itu untuk mendirikan partai-partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi rakyat. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli ditetapkan sebagai penasehat tertinggi partai ini.

Lalu untuk menyikapi Agresi Militer Belanda 1, Tanggal 25 dan 26 Juli 1947 di Bukittinggi secara cepat muncul reaksi para ulama untuk mengadakan pertemuan. Pertemuan ini mengundang para ulama, mubaligh, datuak, niniak mamak Minangkabau.

Inyiak Canduang juga merupakan penggagas berdirinya Mahkamah Syar’iyyah di Sumatera Tengah, tahun 1947. Saat Mahkamah Syar’iyyah berdiri, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli-pun dipercaya untuk menahkodai organiasi baru ini. Beliau menjabat sebagai ketua Mahkamah Syr’iyyah Sumatera Tengah periode 1947 sampai tahun 1960. Organisasi ini dicatat secara resmi oleh menteri Agama Republik Indonesia berdasarkan SK. 17 Juni 1947.

Nama Syekh Sulaiman Ar-Rasuli makin dikenal, bukan hanya di tingkat lokal namun kiprahnya terus melebar dan menyebar ke tingkat nasional. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli diangkat menjadi penasehat Gubernur Sumatera Tengah pada tahun 1948. Ia telah menjadi tokoh penting yang di perhitungkan oleh para pejabat pusat.

Syekh Sulaiman Ar-Rasuli menginisiasi pelaksanaan kongres Urang Tigo Jinih pada tahun 1954 di Bukittinggi. Ia menggagas Kongres tiga kelompok masyarakat yang dihormati di Ranah Minang yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai (tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemikir). Kongres 1954 ini bertujuan untuk menyatukan para tokoh demi memajukan nagari. Acara dihadiri oleh tokoh adat, ninik-mamak, alim ulama, dan cendekiawan Minangkabau.

Pada pemilihan umum (Pemilu) pertama pada tahun 1955, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli terpilih menjadi anggota Konstituante. Ia diusung oleh Partai Islam PERTI yang telah dibesarkan sedari awal. Banyak orang Minang yang menjadi wakil konstituante dari Sumatera Tengah, dan salah satunya adalah Inyiak canduang. Sidang pertama dibuka pada tanggal 10 November 1956 di Bandung. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli ditetapkan sebagai ketua sidang pertama Konstituante tersebut.

Syekh Sulaiman Ar-Rasuli yang telah menjalani hidupnya dengan Mengabdi Sepanjang Hari, Belajar Sepanjang Hayat. Kancah utamanya dunia pendidikan, namun memberi andil di dunia politik dan berjasa bagi masyarakat banyak, itulah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli.

Gambar 4. Makam Inyiak Canduang

Sabtu, 1 Agustus 1970 Canduang berduka. Kecamatan di ujung Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini kehilangan ulama panutannya. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Inyiak Canduang wafat di Nagari Canduang, tanah kelahirannya. Ia dimakamkan di halaman sekolah Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung yang telah dilahirkan, diasuh, dan dibesarkannya. Delapan hari bendera merah putih berkibar setengah tiang. Diperkirakan 30.000 orang pelayat hadir dalam pemakamannya.

--

--